Jika gong berdegung sepuluh kali di pagi hari dan aku berjalan menuju sekolah, bertemulah aku setiap hari dengan penjual kelontong yang berteriak, “Manik! Manik batu!”
Tak ada yang memburu dia, tak ada jalan yang harus ditempuh, tak ada tempat ke mana ia harus pergi.
Aku ingin jadi penjual kelontong yang menghabiskan hari-harinya di jalanan sambil berteriak, Manik! Manik batu!”
Jika sore hari pukul empat aku pulang dari sekolah, kulihat dari gerbang masuk tukang kebun sedang menyabit rumput di halaman.
Ia bekerja sesuka hatinya, mengotori bajunya dengan debu, berjemur di bawah panas matahari, kehujanan tanpa seorang pun melarangnya.
Aku ingin jadi tukang kebun yang bekerja sesuka hari, dan tak seorang melarangku.
Jika malam tiba dan ibu menyuruhku tidur, kulihat lewat jendela, peronda malam bolak-balik di gang.
Jalanan gelap, dan sepi, dan lampu pasar tegak bagai raksasa bermata merah di tengah kepalanya.
Peronda itu berjalan membawa lampunya bersama bayang-bayangnya, dan ia tak pernah tidur selama hidupnya.
Aku ingin jadi peronda dan berjalan di jalanan sepanjang malam sambil menghalau bayang-bayang dengan lampuku.
Rabindranant Tagore
0 comments:
Post a Comment